Ada musimnya untuk segala sesuatu. Beberapa hal gak bisa dijelaskan dengan pengetahuan—misteri. Beberapa hal dianggap ketidakadilan—kompleksitas dan paradoks. Siklus hidup di bumi dan isinya berjalan dengan seimbang. Tentu ada pengaturnya. Tentu ada Tuhannya. KepadaNya bumi dan isinya berpusat. Kepada Tuhan. Kepada cinta.
Waktu air mata terlalu besar dan harus jatuh bulat-bulat ke pipi, gak ada alasan untuk menahannya. Meski kadang beberapa wanita menahan diri karena alasan-alasan yang dewasa dan tak mementingkan diri. Kadang ada waktu-waktu sendiri yang banjir dengan bola mata merah, tapi untuk itu ada juga waktu-waktu bersama sesama yang ramai dengan rahang-rahang yang pegal oleh tawa.
Untuk sebab, ada akibat. Untuk buntu, ada jalan. Untuk kesemua, ada kesimpulan. Yang awalnya tak dimengerti, di lain waktu disyukuri. Yang awalnya dihujat, di lain masa dielu. Hidup memang begitu.
Kata orang bijak, tidak ada hal baru di dunia ini. Apakah berarti semua hal adalah hal lama? Perbedaan mengopi dengan menjiplak terletak pada kreativitas yang mati. Adakah hal baru dalam kreativitas? Hanya gabungan yang lama dengan yang lama dengan cara lama yang dikemas dengan berbeda. Itu. Hidup memang begitu. Mengopi, menjiplak, dan mengembangkan apa yang dikopi dan dijiplak lalu kami menyebutnya hal baru.
Ah. Hidup memang begitu.
Aku hanya ingin, ketika siklus ini kembali melingkar dan aku kembali menjadi tiada, aku tetap ada. Agar adaku sebelum tiada tetap mengembang asa sampai bumi mati.
diambil dari sini
No comments:
Post a Comment