Pages

Satu detik

Thursday, September 8, 2011

Satu, satu. waktu dihitung satu kali dalam satu detik.

Dulu aku suka detik, ketika kamu masih ada disini, bersamaku.
merangkai awan cerah dan memetik tetesan hujan yang kemudian kita simpan dalam kantong jiwa.
ketika pagi, aku yang bersamamu dan juga detik berlarian menapaki embun yang merembes masuk ke tanah.
aku selalu percaya bahwa embun itu hanya ngumpet dibalik lapisan tanah dan suatu saat embun akan muncul menyatakan cintanya.
aku selalu ingin menjadi seperti embun. hilang dari hidup kamu, dan muncul lagi ketika cinta sudah dewasa dan siap bicara.
ketika siang, aku yang bersamamu dan juga detik duduk dibawah pohon mangga sambil berpikir mencari cara untuk naik ke atas dan mengambil buahnya.
dan seakan aku berpikir bagaimana caranya aku mengambil sejumput remahan cinta didalam hati kamu.
ketika malam, aku yang tidak bersamamu dan masih dengan detik, mengukir langit, menaburinya dengan cerita bintang dan astronot, mengubah sejarah baru bahwa astronot tidak jatuh cinta pada bulan, tapi pada bintang, mengganti sesuka aku dan sesuka detik. dan mengubah sejarah bahwa kamu pergi bersama iringan jangkrik ke tempat yang entahlah aku tidak tahu.
tidak ada kamu disini, bersama aku dan detik. tidak lagi.
sejak malam, dan sejak itu, aku tidak lagi suka detik.
detik seakan tidak berharga ketika tidak ada kamu disini denganku, mengukir cerita-cerita dunia sekenanya. dan menggores kata hati di batu bata.

Dua, dua. kamu tidak dihitung dua kali dalam satu detik, tapi kita dihitung dua kali dalam satu detik.

Ditulis ketika awan tidak lagi biru, dan bintang tidak lagi berwarna kuning, ketika ulat besi itu menyadarkan aku bahwa kamu tidak lagi disini, dan membiarkan aku menghitung tiap detiknya untuk membuat satu detik berarti dua.

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS