Kepadamu pemilik hati ini, aku mengatakan sesungguhnya rindu yang tak hingga ini masih tertuju kepadamu. Tempatku masih disini, sama seperti beberapa bulan lalu atau jika aku ingin muluk maka tempatku masih sama dengan setahun lalu, mencintaimu dengan kejujuran dan menantimu dengan penuh harapan.
Kita pernah melewati masa-masa indah, terindah mungkin untuk dijadikan catatan sejarah umat manusia. Menghabiskan waktu bersama, melewati detik demi detik dengan berbagi nafas bahagia. Menanti setiap senja dihadapan hingga sedimennya terlukis diangkasa. Oranye. Momen surgawi yang meski tidak ada alat untuk mengabadikan namun aku rasa mata kita adalah lensa terbaik yang mampu merekam dan menyimpannya dalam memori. Kenangan.
Hingga saat ini aku hanya bisa mengingat-ingat kenangan yang pernah kita kecap, kita bagi dalam setiap hembusan nafas kita. Perpisahan. Seketika kata-kata itu menjadi tanda tanya agung bagiku, menimbulkan begitu banyak anak tanya tanpa aku harus tahu apa jawabnya. Yang aku tahu saat ini aku harus menjalani hidupku sendiri, benar-benar sendiri tanpa kehadiranmu lewat pesan atau suaramu di telepon saat membangunkan tidurku.
Anggap saja ini buah dari kelalaianku, aku begitu mudahnya melepasmu dan sekarang aku menyadari bahwa aku telah melepaskan diriku. Iya, bagiku kamu adalah pancaran diriku. Pada tatapan lembutmu aku menemukan jati diriku. Sulit memang berpisah dengan diri sendiri, hati ini tidak lagi menemukan refleksinya. Hanya gelap, kehilangan arah, tak tahu kemana harus melangkah.
Aku hanya berharap segera menemukan jalan pulang. Entahlah, mungkin saat ini kita berdua sedang sama-sama tersesat, atau kamu sudah kembali pulang ke tujuanmu? Tidak ada yang tahu dimanakah tujuan itu, baik kamu ataupun aku. Yang aku tahu bersamamu aku tidak pernah takut untuk meraih masa depan.
Mungkin perasaanmu telah berganti, memang cinta selalu menemukan rumahnya sendiri tanpa perlu kita pandu. Jika memang begitu, ijinkan aku melepasmu dalam haru. Ijinkan aku untuk selalu mengingatmu saat senja, meski bibir ini terhujani air mata. Jika memang itu yang aku bisa, ijinkan aku mengeja namamu dalam batas senja.
Karena bagian tersulit dari melupakan adalah tentang janji yang pernah diucapkan.
*from here
No comments:
Post a Comment